Sebuah studi terbaru dari Denmark menyatakan bahwa penggunaan telepon seluler tidak memicu penyakit kanker. Riset ini merupakan kabar gembira tentang keamanan penggunaan telepon selular dan pancaran gelombang frekuensi radio.
Untuk riset ini, para ilmuwan melakukan penelitian besar dengan melibatkan 420 ribu pengguna telepon selular di negeri itu. Termasuk, 52 ribu diantaranya yang sudah menggunakan alat komunikasi ini selama sepuluh tahun atau lebih. Bahkan, beberapa diantaranya mulai menggunakannya sejak 21 tahun lalu. Para ilmuwan mencocokkan pengguna telepon seluler dengan data dari Pusat Kanker Denmark yang memiliki data setiap warga negara yang terkena penyakit ini.
Meski membawa kabar baik, namun kepala ilmuwan yang melakukan penelitian ini ragu jika hasil temuan ini bisa mengakhiri perdebatan soal penggunaan telepon seluler dan dampaknya terhadap kanker. Profesor John Boice dari Universitas Vanderbilt yang juga Direktur Ilmu Pengetahuan Institut Epidemologi Internasional, Rockville Md, menyatakan, hingga kini tidak ada dasar biologis yang perlu dikhawatirkan tentang dampak dari penggunaan gelombang radio.
Namun, untuk lebih meyakinkan lagi, bersama para rekannya di Komunitas Kanker Kopenhagen, Boice berencana meneruskan proses penelitian ini. Mereka bahkan akan memperluas jangkauan penelitian dengan melacak jejak dan memeriksa kondisi mereka yang sudah menggunakan teknologi ini sejak 30 tahun yang lalu.
Dengan alasan itu, sebagian kalangan menyatakan penelitian ini akan menjadi salah satu riset paling berat yang akan dilakukan karena harus membuka seluruh dokumen. ''Namun, dengan semakin banyaknya bukti yang terkumpul, masyarakat akan semakin diyakinkan bahwa alat ini memang aman, meski kesimpulannya sendiri belum sampai pada kata akhir,'' ujar Joshua Muscat dari Universitas Pennsylvania yang juga melakukan riset yang sama.
Selama ini dinyatakan bahwa gelombang frekuensi radio dalam telepon seluler bisa menembus bagian luar otak. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah ini bisa meningkatkan risiko kanker di telinga dan kepala, termasuk tumor otak dan leukemia.seperti ‘badut’.
Untuk riset ini, para ilmuwan melakukan penelitian besar dengan melibatkan 420 ribu pengguna telepon selular di negeri itu. Termasuk, 52 ribu diantaranya yang sudah menggunakan alat komunikasi ini selama sepuluh tahun atau lebih. Bahkan, beberapa diantaranya mulai menggunakannya sejak 21 tahun lalu. Para ilmuwan mencocokkan pengguna telepon seluler dengan data dari Pusat Kanker Denmark yang memiliki data setiap warga negara yang terkena penyakit ini.
Meski membawa kabar baik, namun kepala ilmuwan yang melakukan penelitian ini ragu jika hasil temuan ini bisa mengakhiri perdebatan soal penggunaan telepon seluler dan dampaknya terhadap kanker. Profesor John Boice dari Universitas Vanderbilt yang juga Direktur Ilmu Pengetahuan Institut Epidemologi Internasional, Rockville Md, menyatakan, hingga kini tidak ada dasar biologis yang perlu dikhawatirkan tentang dampak dari penggunaan gelombang radio.
Namun, untuk lebih meyakinkan lagi, bersama para rekannya di Komunitas Kanker Kopenhagen, Boice berencana meneruskan proses penelitian ini. Mereka bahkan akan memperluas jangkauan penelitian dengan melacak jejak dan memeriksa kondisi mereka yang sudah menggunakan teknologi ini sejak 30 tahun yang lalu.
Dengan alasan itu, sebagian kalangan menyatakan penelitian ini akan menjadi salah satu riset paling berat yang akan dilakukan karena harus membuka seluruh dokumen. ''Namun, dengan semakin banyaknya bukti yang terkumpul, masyarakat akan semakin diyakinkan bahwa alat ini memang aman, meski kesimpulannya sendiri belum sampai pada kata akhir,'' ujar Joshua Muscat dari Universitas Pennsylvania yang juga melakukan riset yang sama.
Selama ini dinyatakan bahwa gelombang frekuensi radio dalam telepon seluler bisa menembus bagian luar otak. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah ini bisa meningkatkan risiko kanker di telinga dan kepala, termasuk tumor otak dan leukemia.seperti ‘badut’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar