DEFINISI
Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh kelebihan kromosom X.[1] Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY. Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek pada perbesaran payudara), dll.
SEJARAH
Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter dan rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston. Ketika itu tercatat 9 pasien laik-laki yang memiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil, dan ketidakmampuan memproduksi sperma. Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan bahwa sindrom yang dialami 9 pasian tersebut dikarenakan kromosom X tambahan pada lelaki sehingga mereka memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-an, para ilmuwan menyatakan bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan genetik yang ditemui pada manusia, yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan menderita sindrom ini.
PENYEBAB
Kelebihan kromosom X pada laki-laki terjadi karena terjadinya nondisjungsi meiosis (meiotic nondisjunction) kromosom seks selama terjadi gametogenesis (pembentukan gamet) pada salah satu orang tua. Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks untuk memisah (disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom tersebut akan diturunkan kepada sel anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada anak. Sebesar 40% nondisjungsi meiosis terjadi pada ayah, dan 60% kemungkinan terjadi pada ibu. Sebagian besar penderita sindrom klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada pula yang memiliki kromosom XXXY, XXXXY, XXYY, dan XXXYY.
GEJALA
Mental
Anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki kecerdasan intelektual IQ di bawah rata-rata anak normal. Sebagian penderita klinefelter memiliki kepribadian yang kikuk, pemalu, kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang dilakukan dibawah level rata-rata (hipoaktivitas). Pada sebagian penderita sindrom ini juga terjadi autisme. Hal ini terjadi karena perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal. Kecenderungan lain yang dialami penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan kemampuan verbal, serta keterlambatan kemampuan menulis. Sifat tangan kidal juga lebih banyak ditemui pada penderita sindrom ini dibandingkan dengan manusia normal. Pada pasien dewasa, kemampuan seksualnya lebih tidak aktif dibandingkan laki-laki normal.
Fisik
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual yang abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis (kegagalan memproduksi sperma). Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal testis dan sel selitan (interstital cell) gagal berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel yang ada di antara sel gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu, penderita sindrom ini juga mengalami defisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan tinggi, peningkatan level gonadotropin, dan ginekomastia. Penderita klinefelter akan mengalami ganguan koordinasi gerak badan, seperti kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat. Dilihat dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang kecil, namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan.
PENCEGAHAN
Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan deteksi sebelum-kelahiran (prenatal detection). Sindrom ini kadang-kadang dapat diturunkan dari ayah penderita klinefelter ke anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi sebelum-kelahiran. Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan memiliki keturunan karena adanya mosaiksisme (mosaicism), yaitu adanya campuran sel normal dan sel klinelfelter sehingga sel normal tetap memiliki kemampuan untuk berkembang biak.
Semakin cepat dideteksi, penderita klinefelter dapat lebih cepat ditangani dengan terapi farmakologi dan terapi psikologi sebelum memasuki dunia sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus dilakukan adalah uji kemampuan mendengar dan melihat, dan terapi fisik untuk mengatasi masalah motorik dan keterlambatan bicara. Terapi hormon testosteron pada usia 11-12 tahun merupakan salah satu tindakan pencegahan keterbelakangan perkembangan karakteristik seksual sekunder pada pria penderita klinefelter.
Tampilkan postingan dengan label Klinefelter. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Klinefelter. Tampilkan semua postingan
Senin, 20 Juni 2011
Minggu, 30 Mei 2010
Sindroma Klinefelter
DEFINISI
Pada sindroma Klinefelter, bayi laki-laki terlahir dengan kelebihan 1 kromosom X (digambarkan sebagai 47,XXY). Pria dan wanita biasanya memiliki 2 kromosom seks. Wanita mendapatkan 2 kromosom X, 1 dari ibu, 1 dari ayah. Pria mendapatkan 1 kromosom X dari ibu dan 1 kromosom Y dari ayah. Pria dengan sindroma Klinefelter biasanya memiliki kelebihan kromosom X sehingga mereka memiliki 3 kromosom seks, yaitu 2 kromosom X dan 1 kromosom Y. Sindroma ini ditemukan pada 1 diantara 700 bayi baru lahir.
PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui.
GEJALA
Gejalanya berupa:
- Pembesaran buah dada (ginekomastia)
- Rambut wajah dan rambut tubuh yang jarang dan tipis
- Bentuk tubuhnya lebih bundar
- Testis (buah zakar) kecil dan tidak mampu menghasilkan sperma
- Cenderung lebih mudah mengalami obesitas (kegemukan)
- Cenderung memiliki tubuh yang lebih tinggi.
Biasanya tidak terjadi keterbelakangan mental, tetapi banyak yang mengalami gangguan berbahasa. Pada masa kanak-kanak, mereka seringkali mengalami keterlambatan dalam berbicara dan mungkin mengalami kesulitan dalam belajar membaca dan menulis. Jika tidak diobati, gangguan berbahasa ini bisa menyebabkan kegagalan di sekolah dan mengurangi rasa percaya diri. Pengobatan terhadap gangguan berbahasa sebaiknya dilakukan pada awal masa kanak-kanak.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil analisa kromosom (kariotip).
Diagnosis bisa ditegakkan pada berbagai keadaan:
PENGOBATAN
Efek yang utama dari sindroma Klinefelter adalah pada fungsi testis. Testis menghasilkan hormon pria testosteron dan jumlah hormon ini pada penderita sindroma Klinefelter menurun. Pada saat penderita berusia 10-12 tahun, perlu dilakukan pengukuran testosteron dalam darahnya secara periodik (misalnya setiap tahun). Jika kadarnya rendah (sehingga tidak terjadi perubahan seksual yang seharusnya dialami setiap anak laki-laki pada masa pubertas) atau jika timbul gejala yang disebabkan oleh gangguan metabolisme hormon, maka dilakukan pengobatan dengan pemberian hormon testosteron.
Yang paling sering digunakan adalah depotestosteron, yang merupakan hormon testosteron sintetis, disuntikkan 1 kali/bulan. Sejalan dengan pertambahan umur penderita, secara bertahap dosisnya perlu ditingkatkan dan diberikan lebih sering. Hasil dari pengobatan adalah perkembangan fisik dan seksual yang normal, yaitu berupa pertumbuhan rambut kemaluan, penambahan ukuran penis dan skrotum (kantung zakar), pertumbuhan janggut, suara menjadi lebih dalam serta otot lebih berisi dan lebih kuat.
Keuntungan lain yang diperoleh dari terapi testosteron adalah:
- Pikiran lebih jernih
- Lebih bertenaga
- Tremor tangan berkurang
- Pengendalian diri yang lebih baik
- Dorongan seksual lebih besar
- Lebih mudah menyesuaikan diri di sekolah dan tempat bekerja
- Lebih percaya diri.
Pria dewasa mampu menjalani fungsi seksual yang normal (ereksi dan ejakulasi), tetapi tidak mampu menghasilkan sperma dalam jumlah yang normal.
Pada sindroma Klinefelter, bayi laki-laki terlahir dengan kelebihan 1 kromosom X (digambarkan sebagai 47,XXY). Pria dan wanita biasanya memiliki 2 kromosom seks. Wanita mendapatkan 2 kromosom X, 1 dari ibu, 1 dari ayah. Pria mendapatkan 1 kromosom X dari ibu dan 1 kromosom Y dari ayah. Pria dengan sindroma Klinefelter biasanya memiliki kelebihan kromosom X sehingga mereka memiliki 3 kromosom seks, yaitu 2 kromosom X dan 1 kromosom Y. Sindroma ini ditemukan pada 1 diantara 700 bayi baru lahir.

PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui.
GEJALA
Gejalanya berupa:
- Pembesaran buah dada (ginekomastia)
- Rambut wajah dan rambut tubuh yang jarang dan tipis
- Bentuk tubuhnya lebih bundar
- Testis (buah zakar) kecil dan tidak mampu menghasilkan sperma
- Cenderung lebih mudah mengalami obesitas (kegemukan)
- Cenderung memiliki tubuh yang lebih tinggi.
Biasanya tidak terjadi keterbelakangan mental, tetapi banyak yang mengalami gangguan berbahasa. Pada masa kanak-kanak, mereka seringkali mengalami keterlambatan dalam berbicara dan mungkin mengalami kesulitan dalam belajar membaca dan menulis. Jika tidak diobati, gangguan berbahasa ini bisa menyebabkan kegagalan di sekolah dan mengurangi rasa percaya diri. Pengobatan terhadap gangguan berbahasa sebaiknya dilakukan pada awal masa kanak-kanak.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil analisa kromosom (kariotip).
Diagnosis bisa ditegakkan pada berbagai keadaan:
- Bayi masih berada dalam kandungan.
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan amniosintesis (analisa cairan ketuban). Prosedur ini tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya dilakukan jika terdapat riwayat keluarga dengan kelainan genetik atau jika usia ibu lebih dari 35 tahun. - Pada awal masa kanak-kanak.
Diduga suatu sindroma Klinefelter jika seorang anak laki-laki terlambat berbicara dan mengalami kesulitan dalam membaca serta menulis. Anak laki-laki dengan XXY tampak lebih tinggi dan kurus, serta pasif dan pemalu. - Remaja.
Remaja laki-laki merasa malu ketika menyadari bahwa payudaranya agak membesar, karena itu mereka berobat ke dokter. - Dewasa.
Diagnosis biasanya merupakan akibat dari adanya kemandulan. Pada pemeriksaan fisik, testis tampak lebih kecil. Untuk memperkuat diagnosis sindroma ini, dilakukan pemeriksaan kadar hormon gonadotropin.
PENGOBATAN
Efek yang utama dari sindroma Klinefelter adalah pada fungsi testis. Testis menghasilkan hormon pria testosteron dan jumlah hormon ini pada penderita sindroma Klinefelter menurun. Pada saat penderita berusia 10-12 tahun, perlu dilakukan pengukuran testosteron dalam darahnya secara periodik (misalnya setiap tahun). Jika kadarnya rendah (sehingga tidak terjadi perubahan seksual yang seharusnya dialami setiap anak laki-laki pada masa pubertas) atau jika timbul gejala yang disebabkan oleh gangguan metabolisme hormon, maka dilakukan pengobatan dengan pemberian hormon testosteron.
Yang paling sering digunakan adalah depotestosteron, yang merupakan hormon testosteron sintetis, disuntikkan 1 kali/bulan. Sejalan dengan pertambahan umur penderita, secara bertahap dosisnya perlu ditingkatkan dan diberikan lebih sering. Hasil dari pengobatan adalah perkembangan fisik dan seksual yang normal, yaitu berupa pertumbuhan rambut kemaluan, penambahan ukuran penis dan skrotum (kantung zakar), pertumbuhan janggut, suara menjadi lebih dalam serta otot lebih berisi dan lebih kuat.
Keuntungan lain yang diperoleh dari terapi testosteron adalah:
- Pikiran lebih jernih
- Lebih bertenaga
- Tremor tangan berkurang
- Pengendalian diri yang lebih baik
- Dorongan seksual lebih besar
- Lebih mudah menyesuaikan diri di sekolah dan tempat bekerja
- Lebih percaya diri.
Pria dewasa mampu menjalani fungsi seksual yang normal (ereksi dan ejakulasi), tetapi tidak mampu menghasilkan sperma dalam jumlah yang normal.
Langganan:
Postingan (Atom)